gmc dewasa

gmc dewasa

kebiasaan buruk orangtua terhadap anaknya

Oleh: Dr. Anugra Martyanto | 16 Juni 2009 | 15:14 WIB

Saya sangat sering mendapatkan pertanyaan dari para ibu, perihal perkembangan anak anak mereka, biasa yang mereka keluhkan adalah, dok…kenapa anak saya jadi sering melawan, dok…kenapa anak saya susah diatur dan masih banyak lagi pertanyaan pertanyaan yang diajukan kepada saya.

Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba mengupas hal hal yang berhubungan dengan pendidikan anak-anak kita dirumah, yang pada umumnya kita sendiri yang membuat perkembangan anak kita menjadi seorang anak yang kelakuan dan sifatnya jauh berbeda dari apa yang kita harapkan selaku orang tua.

Ada banyak hal yang sering para orang tua lakukan atau kebiasaan kebiasaan yang sering tidak disadari, tapi sangat berpengaruh pada pertumbuhan mental si Anak.
Saya akan mengelompokkan kebiasaan kebiasaan itu dalam beberapa kelompok yaitu :

1. Kita selalu membiasakan Anak Menjadi figure yang tak pernah salah!

Dapat saya contohkan kebiasaan para orang tua, bila anak kita sedang berjalan tiba tiba ia menabrak meja dan akibatnya terjatuh dan menangis, maka kita selaku orang tua sering melakukan sesuatu hal yang tujuannya agar tangisan anak segera berhenti, dengan memukul dan memarahi meja yang ditabrak si anak, sambil berkata, “Siapa yang nakal nak?, ini ya meja, ini ibu sudah pukul mejanya, cup…cup… diam ya”, dan biasanya si anak akan segera diam dari tangisnya.
Analisanya : Para orang tua sudah membiasakan si anak menjadi figure yang tak pernah salah, dan ini akan menciptakan pemikiran yang terekam didalam benak si anak dan terus terbawa hingga ia dewasa, akibatnya bila setiap ia mengalami sesuatu peristiwa dan terjadi sesuatu kekeliruan, maka yang keliru atau salah adalah orang lain atau pihak lain dan dirinya selalu benar.
Kadang kita selaku orang tua baru menyadari akan hal tersebut, bila si anak mulai melawan kepada kita, karena sejak kecil tanpa disadari kita telah mengajarinya untuk tidak pernah merasa bersalah.
Apa yang sebaiknya kita lakukan ketika si anak baru belajar berjalan dan menabrak sesuatu sehingga membuatnya menangis ?
Sebaiknya kita lakukan adalah ajarilah si anak untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi, katakana kepadanya ( sambil mengusap bagian yang menurutnya terasa sakit ), “Sayang, kamu terbentur meja ya, sakit ya ? lain kali hati hati ya sayang, jalannya pelan pelan saja dulu, supaya tidak menabrak meja lagi”.

2. Kita sering melakukan kebohongan kecil

Pada awalnya anak anak kita selalu mendengarkan apa apa yang dikatakan oleh orang tuanya. Mengapa ?, karena mereka sepenuhnya percaya pada orang tuanya.
Namun, ketika anak kita beranjak besar, ia mulai tidak menuruti perkataan orang tuanya atau permintaan orang tuanya. Apa yang terjadi ?, Apakah anak kita sudah tidak percaya lagi kepada perkataan atau ucapan ucapan kita ?
Tanpa disadari, kita selaku orang tua sering melakukan kebohongan kebohongan kecil setiap harinya. Salah satu contoh, saat seorang ayah ingin berangkat ke kantor dan si anak menangis ingin ikut, maka si ayah berkata,” Sayang, ayah hanya pergi kedepan saja ya, sebentaaaar ya, sayang…, adik sama ibu dulu dirumah”. Tapi kenyataannya sang ayah pulangnya hingga malam.
Analisanya : Dari contoh diatas, jika kita berbohong ringan atau sering disebut ‘bohong kecil’, tapi dampaknya ternyata sangat besar pada pertumbuhan mental si anak, maka si anak akan tidak percaya lagi kepada kita sebagai orang tuanya, si anak tidak bisa membedakan pernyataan kita bisa dipercaya atau tidak, akibat lanjutnya si anak menganggap semua yang diucapkan oleh orang tuanya adalah bohong, dan sejak saat itu si anak akan menetapkan bahwa peryataan orang tuanya itu selalu bohong, dan si anak mulai tidak menuruti segala perkataan kita.
Apa yang sebaiknya kita lakukan ?
Berkatalah dengan jujur kepada si anak, ungkapkan dengan penuh kasih sayang dan memberikan sebuah pengertian : “Sayang, ayah akan pergi ke kantor dulu ya, adik tidak bisa ikut, tapi kalau ayah pergi ke taman, adik boleh ikut”.
Kita tidak perlu merasa kuatir dan menjadi terburu buru dengan keadaan ini, pastinya akan membutuhkan waktu lebih untuk memberikan pengertian kepada si anak, karena biasanya si anak akan menangis. Si anak menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa sang ayah harus selalu pergi di pagi hari. Kita harus perlu sabar dan lakukan pengertian kepada si anak secara terus menerus, perlahan si anak akan memahami mengapa sang ayah selalu pergi di pagi hari. Sebaliknya bila sang ayah pergi ke tempat lain selain ke kantor, maka si anak pasti dibawa, dengan melakukan kejujuran ini dalam setiap perkataan kita, maka si anak akan mampu memahami apa yang kita katakan dan akan menuruti dengan apa yang kita katakan.

3. Kita selalu sering mengancam

Tanpa kita sadari kita sering melakukan sebuah ancaman ancaman kecil pada si anak, sebagai contoh, “Adik jangan nakal ya…, kalau adik nakal ibu tidak akan mebawa adik pergi tamasya, adik dirumah saja dengan bibi !”.
Analisanya : Seorang anak adalah mahluk yang sangat pandai dalam mempelajari pola pengasuhan orang tuanya, ia tidak hanya bisa mengetahui pola orang tuanya mendidik, tapi dapat menganalisa dan malah bisa membelokkan atau mengendalikan pola asuhan orang tuanya, Hal ini terjadi bila kita sering menggunakan ancaman ancaman dengan kata kata, namun setelah itu tidak ada tindak lanjutnya atau mungkin kita sudah lupa dengan ancaman tersebut yang pernah kita ucapkan.
Apa yang sebaiknya kita lakukan ?
Ancaman tidak menyelesaikan masalah nakalnya anak kita, sebaiknya kita memberikan nasehat yang mudah diterima oleh pikiran mereka, seperti contoh,”Adik, jangan nakal ya sayang, kalau adik nakal adik jadi tidak ganteng lagi, dan nanti adik jadi tidak punya teman, mau nggak adik kalau bermain tidak punya teman, kan tidak enak kalau adik bermain sendirian”.


sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=5728003